Sejarah Kerajaan Siak
Sebelum berdirinya
Kerajaan Siak II ( Siak Sri Indrapura ) pada tahun 1723 oleh Sultan Abdul Jalil
Rachmad Syah yang di Pertuan Raja Kecil yang pusat pemerintahannya di Kota
Buantan, kawasan Siak sampai batas Minangkabau dan pantai Timur Pulau Sumatera dibawah
kekuasaan Kerajaan Johor sebagai penerus imperium Melaka. Kerajaan Gasib
merupakan Kerajaan Siak I ( Siak Lama) yang berkedudukan di Sungai Gasib di
Hulu Sungai Siak. Kerajaan ini adalah pecahan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat
di Muara Takus. Raja yang terakhir dari Kerajaan Gasib ini yang telah beragama
islam adalah Sultan Hasan yang ditabalkan menjadi Raja oleh Sultan Johor.
Kerajaan Siak I berakhir kekuasaannya pada tahun 1622 M.
Selama 100 tahun negeri ini tidak mempunyai raja, untuk mengawasi negeri ini ditunjuk seorang Syahbandar yang berkedudukan di Sabak Auh dikuala sungai siak dengan tugas memungut cukai hasil hutan, timah dan hasil laut di kawasan Kerajaan Johor.
Pada permulaan tahun 1622 Sultan Mahmud Syah , Sultan Johor Ayahanda Raja Kecil dibunuh oleh Megat Sri Rama sewaktu pulang dari Sholat Jum’at. Kerajaan Johor diambil alih oleh Datuk Bendahara Tun Hebab dan mengangkat dirinya sebagai raja Johor memakai gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719). Keluarga Sultan Mahmud Syah II dikejar dan dibunuh, termasuk orang-orang besar Kerajaan, dayang-dayang serta pengikut setia, maksudnya untuk menghilangkan keturunan Sultan Mahmud Syah II.
Tindakan ini bukanlah menambah kewibawaan dan kekuasaan tetapi sebaliknya timbul kebencian serta kekacauan dimana-mana di Negeri Johor dan daerah taklukannya. Beberapa daerah taklukannya melepaskan diri seperti : Indragiri, Kampar, Kedah, Kelantan, Trenggano dan Petani. Orang Minangkabau, Bugis, yang hidup sebagai pengembara memusuhi Sultan termasuk orang-orang Melayu di Petani.
Encik Pung, Ibunda Raja Kecil dapat diselamatkan oleh Ayahandanya Datuk Laksemana Johor, maka Encik Pung melahirkan putra lelaki bernama Raja Kecil yang dipanggil Tuan Bujang dan dapat disembunyikan sampai Raja Kecil berumur 7 tahun. Karena pengejaran terus dilaksanakan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah terhadap Raja Kecil sebagai pewaris Kesultanan Johor, maka neneknya Datuk Laksemana Johor kemudian dibantu oleh Raja Negara di Singapura dan Datuk Temenggung Muar, maka Raja Kecil bersama ibunya Encik Pung dititipkan kepada saudagar orang Minangkabau yang bergelar Nakhoda Malim untuk dibawa ke Jambi dan kemudian terus ke Pagaruyung dan diserahkan kepada Raja Pagaruyung Yang Tuan Sakti untuk mendapatkan perlindungan.
Di Pagaruyung Raja Kecil dididik
dan dibesarkan sebagai anak Raja sehingga mendapat pengetahuan menangani
pemerintahan, agama, adat istiadat, kemiliteran dan bela diri. Setelah
itu maka Raja Kecil tiada berhenti daripada menuntut ilmu dunia akhirat, tiada
meninggalkan sembahyang dan terdekat dengan guru agama dan guru-guru dunia dan
bercampur dengan orang besar yang bijaksana. Raja Kecil menuntut bela atas
kematian ayahandanya, merebut kembali tahta Kerajaan Johor. Raja Kecil
mempersiapkan kekuatan untuk menyerang Johor dengan mendapat bantuan orang Batu
Bara yang berasal dari Minang kabau, Orang-orang Melayu Pesisir di Tanah Putih
dan Kubu. DiBengkalis Raja Kecil mengatur kekuatan dan mendapat bantuan dari
orang-orang Minang kabau yang ada disana serta orang Melayu yang setia dengan
Sultan Mahmud Syah II.
Pada tanggal 21 Maret 1717,
Tahta Kerajaan Johor jatuh ketangan Raja Kecil. Sultan Abdul Jalil Riayat Syah
turun tahta yang telah memerintah di Kerajaan Johor pada tahun 1699-1717.
Pemerintahan Raja Kecil tidak bertahan lama di Kerajaan Johor, karena Daeng
Parani sangat marah dan dendam serta ditambah pula hasutan Tengku Tengah bin
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah yang semula bakal menjadi isteri Raja Kecil
sebagai permaisuri Kerajaan Johor gagal, karena Raja Kecil sangat senang dengan
adiknya yaitu Tengku Kamariyah ( Ibunda dari Tengku Buang Asmara Sultan Siak ke
2 ). Akhirnya Tengku Kamariyah menjadi permaisuri Kerajaan Johor isteri Raja
Kecil. Daeng Parani, Tengku Sulaiman dan Tengku Tengah bersepakat untuk merebut
kembali kekuasaan Raja Kecil di Johor. Terjadilah perang saudara anatar Raja
Kecil sepihak dengan Tengku Sulaiman, sedangkan Tengku Tengah dan Daeng Parani
dengan pengikutnya orang-orang Bugis membantu Sultan Sulaiman.
Baca Juga : Mengenal Sultan Syarif Kasim II, Pahlawan Nasional Dari Siak
Baca Juga : Mengenal Sultan Syarif Kasim II, Pahlawan Nasional Dari Siak
Serangan ke Bintan untuk membalas dendam dilanjutkan pada tahun 1723, Raja Kecil berhasil mengambil isteri Tengku Kamariyah beserta pembesar Kerajaan yang ditawan. Raja Kecil kembali ke Bengkalis dan mencari daerah yang aman dari serangan orang luar dan mendirikan Kerajaan baru yang terletak di Sungai Siak yaitu di Kota Buantan. Kerajaan ini diberi nama Kerajaan Siak. Raja Kecil dengan Kerajaan Siak ini menyusun kekuatan untuk menyerang Bintan. Serangan ini terus menerus dilaksanakan hingga tahun 1737.
Raja Kecil kembali ke Siak
mendirikan pusat Kerajaan dan membangun negeri Buantan yang terletak dipinggir
Sungai Siak yang dikenal dengan nama Sungai Jantan. Dipusat Kerajaan Sultan
Abdul Jalil Rachmat Syah melakukan konsolidasi dalam bidang bidang
pemerintahan, militer dan perbaikan perekonomian negerinya. Setelah wafatnya Tengku
Kamariyah, isteri Raja Kecil yang tercinta yang sangat setia kepada suaminya di
Kota Buantan, Raja Kecil sering sakit dan mendapatkan tekanan batin. Pada tahun
1746 Raja Kecil dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah mangkat, beliau
disemayamkan di Kota Buantan dan digelar MARHUM BUANTAN.
Pada penghujung tahun 1724 Raja Kecil memilih sebuah tempat untuk menjadi pusat kerajaan. Tempat itu diberi nama “ Kota Buantan “, disinilah Kerajaan Siak berpusat.Kerajaan Siak diwariskan kepada anak cucunya dengan garis keturunan berdasarkan Syariat Islam (keturunan ayah) sebagai berikut :
Pada penghujung tahun 1724 Raja Kecil memilih sebuah tempat untuk menjadi pusat kerajaan. Tempat itu diberi nama “ Kota Buantan “, disinilah Kerajaan Siak berpusat.Kerajaan Siak diwariskan kepada anak cucunya dengan garis keturunan berdasarkan Syariat Islam (keturunan ayah) sebagai berikut :
- Raja Kecik
Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah
(1723-1746 M) dengan ibukota Kerajaan di Buantan mangkat di Buantan yang
disebut rakyat almarhum Buantan
- Tengku Buang Asmara
Memerintah antara tahun
1746-1765 M yang merupakan Putra Bungsu Raja Kecik dengan ibukota Kerajaan di
Sungai Mempura yang disebut rakyat almarhum Mempura.
- Tengku Ismail
Sultan Ismail Abdul Jalil
Jalaluddin Syah (1765-1766 M). Putra Tengku Buang Asmara dengan Ibukota
Kerajaan di Sungai Mempura Besar, disebut rakyat almarhum mangkat di Balai atau
terkenal juga Sultan Kudung karena tangan almarhum sebelahnya Kudung, dalam
perlawanannya menentang Belanda tahun 1766 M.
- Tengku Alam
Sultan Abdul Jalil Alamuddin
Syah (1766-1780 M). Putra sulung Raja Kecik dengan Ibukota Kerajaan di
Senapelan (Pekanbaru), mangkat di Senapelan (dekat mesjid Raya Pekanbaru)
disebut rakyat almarhum Bukit.
* Tengku Alam dan
Tengku Buang Asmara berbeda ibunda
- Tengku Muhammad Ali Panglima Besar
Sultan muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam
Syah (1780-1782 M). Putra Tengku Alam dengan Ibukota Kerajaan di Senapelan,
mangkat di Senapelan dan disebut rakyat almarhum Pekan ( karena beliaulah yang mendirikan kota pekanbaru).
- Tengku Yahya
Sultan Yahya Abdul Jalil
Muzzaffar Syah (1782-1784 M). Putra dari Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin
Syah, dengan Ibukota Kerajaan di Sungai Mempura, mangkat di Dungun (Malaka)
disebut rakyat almarhum Dungun.
- Tengku Sayed Ali
Sultan Assyaidis Syarif Ali
Abdul Jalil Syarifuddin (1784-1810 M). Putra Tengku Embung Badariah (Putri
Tengku Alam) yang kawin dengan Sayed Usman Syahabuddin ( Keturunan sayyidina
husein cucu rasulullah SAW) dan kakak dari sultan Syarif
Abdurrahman ( Sultan pelalawan ). Ibukota Kerajaan di Kota Tinggi (Siak Sri
Indrapura), mangkat di Kota Tinggi disebut rakyat almarhum Kota Tinggi.
- Tengku Sayed Ibrahim
Sultan Assyaidis Syarief Ibrahim
Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815 M) karena kesehatan Sultan terganggu, maka
Pemerintahan dijalankan oleh wali Sultan yaitu Tengku said Muhammad yang
merupakan ayah dari sultan syarif ismail & sultan syarif kasim I.
Pada tahun 1813, Sultan Ibrahim
mangkat dan dimakamkan di Kota Tinggi yang disebut rakyat almarhum Pura Kecil.
- Tengku Sayed Ismail
Sultan Assyaidis Syarief Ismail
Abdul Jalil Syarifuddin (1815-1864 M). Pada masa pemerintahan beliaulah adanya
Tractat Siak-Belanda dimana Belanda mengakui Siak. Dimakamkan di Kota Tinggi
yang disebut almarhum Indrapura.
- Tengku Panglima Besar Sayed Kasim I
Tengku Panglima Besar Sayed Kasim
I, Sultan Assyaidis Syarief Kasim I Abdul Jalil Syarifuddin (1864-1889 M) Adik
dari Sultan Syarif Ismail. Dimakamkan di Kota Tinggi dan disebut almarhum
Mahkota.
- Tengku Ngah Sayed Hasyim
Sultan Assyaidis Syarief Hasyim
Abdul Jalil Syarifuddin (1889-1908), putra dari Sultan Kasyim I. Sultan Syarif
Hasyim mendirikan Istana yang diberi nama Istana Asserayah Hasyimiah. Mangkat
di Singapura dan dimakamkan di Kota Tinggi. Disebut rakyat almarhum Baginda.
- Tengku Putra Sayed Kasyim
Sultan Assyaidis Syarief Kasyim
Sani (Sultan Syarif Kasim II) Abdul Jalil Syarifuddin (3 Maret 1915-1946).
Sultan Syarif Kasyim memiliki 2 orang permaisuri, yaitu :
- Permaisuri I
Tengku Bin Syarifah Latifah
digelar Tengku Agung, mangkat tahun 1927 di Siak Sri Indrapura. Dimakamkan di
samping Mesjid Syahabuddin Siak Sri Indrapura.
- Permaisuri II
- Permaisuri II
Syarifah Fadlun dengan gelar
Tengku Maharatu, bercerai hidup tahun 1950 di Jakarta, mangkat di Jakarta tahun
1980 dimakamkan di Jakarta.
Beliau merupakan Sultan yang
terakhir dari Kerajaan Siak. Beliau mangkat di Rumah Sakit Caltex Rumbai dan
dimakamkan disamping Mesjid Syahabuddin Siak Sri Indrapura pada tanggal 24
April 1968.
*Sultan Syarif Kasim II Tiada
mempunyai keturunan
Sultan syarif kasim II beserta istri