Profil Sultan Syarif Kasim II & Sultan Syarif Harun Banahsan




SULTAN SYARIF KASIM II

Sultan syarif kasim II bin Hasyim bin Kasim bin Muhammad bin Ahmad bin Usman Banahsan

Pewaris tahta Kerajaan Siak Sri Indrapura ke-12 tersebut lahir di pusat kerajaan ini yaitu Siak Sri Indrapura pada 11 Jumadil Awal 1310 Hijriyah bertepatan dengan 1 Desember 1893. Pewaris tahta ini bernama Tengku Sulung Sayed Kasim yang populer dipanggil Syarif Kasim. Ayahandanya adalah sultan ke-11 yang bergelar Sultan Asysyaidis Syarif Hasyim Abdul Djalil Syaifuddin yang memerintah selama 19 tahun yaitu dari tahun 1889 sampai dengan tahun 1908. Ibunya bernama Tengku Yuk, permaisuri kerajaan dan Sayed Kasim mempunyai saudara se-ayah dari ibu Encik Rafe’ah yaitu Tengku Long Putih yang kelak bermastautin di Singapura hingga akhir hayatnya.


Baca Juga : Mengenal Sultan Syarif Kasim II, Pahlawan Nasional Dari Siak

1. Masa Kecil dan Pendidikan

Semasa kecilnya sampai dengan berumur 12 tahun, Sayed Kasim dididik dalam lingkungan istana. Sebagai calon pengganti ayahnya yang pada suatu saat nanti akan menduduiki singgasana pula, ia dididik sebagaimana lazimnya adat istiadat raja-raja, meliputi aspek fisik, mental spiritual atau kerohanian dan kecerdasan.
Ayahandanya merupakan seorang sultan yang kuat memegang prinsip Islam, selain itu juga mempunyai pandangan yang luas serta berusaha dalam meningkatkan kemakmuran kerajaan dan kemakmuran rakyat. Baginda ingin yang menggantikannya kelak dapat memimpin kerajaan dengan prinsip Islam dan pengetahuan yang luas. Untuk itu semua, setelah Sayed Kasim berumur 12 tahun yaitu pada tahun 1904 ia dikirim ke Batavia pusat pemerintahan Hindia Belanda pada ketika itu.
Di Batavia, Sayed Kasim melanjutkan pendidikan mengenai pengetahuan hukum Islam kepada Sayed Husein Al-Habsyi yang merupakan ulama besar dan juga termasuk orang pergerakan pada tahun 1908 mulai berkembang di Batavia. Selain belajar mengenai hukum Islam ia juga menuntut ilmu hukum dan ketatanegaraan dari Prof Snouck Hurgronye dari Institute Beck en Volten. Pengetahuan yang diperolehnya tidaklah menjadikannya sebagai boneka kolonial tetapi sebaliknya malah membuka mata hatinya untuk menentang Belanda.
Selanjutnya, dalam kehidupannya yang sangat berpengaruh adalah ajaran dari Sayed Husein Al-Habsyi hingga ia menjadi pemeluk agama Islam yang taat dan berjiwa kebangsaan yang tinggi. Masa penempaan diri selama 11 tahun dari tahun 1904 sampai tahun 1915 di Batavia yang saat itu selain sebagai pusat pemerintahan kolonial Belanda juga merupakan Pusat Pergerakan Nasional, yang pada waktunya menanamkan pula kepada pemuda Sayed Kasim semangat kesatuan, semangat kemerdekaan dan semangat untuk menentang penjajah. Jiwa anti Belanda yang mendarah daging dalam dirinya dapat dilihat dari sepak terjangnya setelah beliau dinobatkan menjadi sultan.

2. Pemerintahan dan Perjuangan
Saat Sayed Kasim berumur 16 tahun semasa masih menuntut ilmu di Batavia, ayahandanya Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Djailil Syaifuddin mangkat bertepatan tahun 1908. Oleh karena itu, Sayed Kasim tidak langsung dinobatkan sebagai raja menggantikan ayahndanya, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipegang oleh dua orang pejabat yang mewakili raja yaitu Tengku Besar Sayed Syagaf dan Datuk Lima Puluh selama kurang lebih 7 tahun.
Sekembalinya dari Batavia pada 3 Maret 1915, dalam usia 23 tahun Sayed Kasim dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang ke-12 dengan gelar Sultan Asysyaidis Syarif Kasim Abdul DJalil Syaifuddin.
Di masa pemerintahan ayahandanya Sultan Sayed Hasyim (Sultan Siak ke-11), dalam melaksanakan pemerintahan baginda dibantu oleh Dewan Menteri atau Dewan Kerajaan. Dewan inilah yang memilih dan mengangkat sultan, dewan ini bersama sultan membuat undang-undang dan peraturan. Dewan itu terdiri dari Datuk-datuk Empat Suku yaitu: Datuk Tanah Datar Sri Pakermaraja, Datuk Limapuluh Sri Bijuangsa, Datuk Pesisir Sri Dewaraja dan Datuk Kampar Maharaja Sri Wangsa.
Kekhawatiran Belanda timbul karena pewaris kerajaan adalah orang yang berpendidikan dan progresif, oleh karena itu pengangkatan Sultan Syarif Kasim II kurang disenangi oleh pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, Datuk Empat Suku  yang merupakan Dewan Kerajaan tetap menghendaki Sayed Kasim menjadi sultan. Akibatnya Belanda mulai mengecilkan arti dan fungsi Dewan Kerajaan dan kemudian akhirnya Dewan Kerajaan dihapuskan oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Undang-Undang Kerajaan dan Tata Pemerintahan Kerajaan Siak yang tertuang dalam Babul Kawaid yang merupakan pintu segala pegangan dan pedoman sepuluh provinsi Kerajaan Siak semenjak kepemimpinan ayahandanya dihapus oleh pemerintah Hindia Belanda. Sultan Siak tidak menerima perubahan yang diusulkan Belanda  karena hal ini dirasakan bahwa Belanda terlalu banyak mencampuri urusan kerajaan.
Pemaksaan dan tekanan yang terus menerus dilakukan Belanda akhirnya struktur pemerintahan di daerah-daerah dapat diubah Belanda dari bentuk provinsi menjadi district dan onder district. Kerajaan Siak terdiri dari 5 distrik, yaitu: Distrik Siak, Distrik Selatpanjang, Distrik Bagansiapi-api, Distrik Bukit Batu dan Distrik Pekanbaru.
Setelah Datuk Empat Suku tidak berfungsi lagi, penghasilan hutan tanah yang disebut “pancung alas” tidak boleh lagi dipungut. Pengadilan hanya Kerapatan Tinggi saja dan harus memasukkan controleur, sebagai anggota peraturan rodi dikenakan pada anak negeri. Dari hari ke hari tekanan oleh pihak Belanda semakin terasa dan meresahkan rakyat.
Sultan Siak ke-12 mulai menentang Belanda dan memandang perlu membangun kekuatan fisik karena ancaman Belanda tidak dapat dielakkan lagi. Sultan membangun kekuatan militer yang berawal dari barisan kehormatan pemuda-pemuda. Dilatih untuk membangkitkan semangat perlawanan dan mempertahankan diri serta membela nasib rakyat.
Pendidikan kemiliteran yang dilaksanakan sultan menimbulkan kebencian Belanda. Belanda menerapkan satu batalion serdadu Belanda di tangsi yang terletak berseberangan dengan Istana Siak. Sedangkan senjata meriam dari Sultan Siak siap siaga  di benteng Istana Lama yang dikendalikan suku Bentan.
Sultan menolak campur tangan peraturan pengadilan pemerintahan Hindia Belanda terhadap rakyatnya dan mempertahankan keberadaan Kerapatan Tinggi Kerajaan Siak supaya diatur  dan disusun oleh Kerajaan Siak sendiri.
Hutan tanah yang disebut pancung alas kejayaan suku tetap dipertahankan. Peraturan rodi untuk anak negeri ditolak dan tidak dilaksanakan di seluruh Kerajaan Siak. Sultan Siak mengatur sebuah perlawanan bersenjata pada tahun1931 melalui pemberontakan dan perlawanan “si Kojan” yang terjadi di Sungai Pareban, Selat Akar, Merbau. Dengan terpaksa pemerintah Kolonial Belanda mendatangkan bala bantuan Marsose dari Medan dibawah pimpinan Letnan Leiner.
Dalam menentang penjajahan Belanda, Sultan Siak ke-12 memandang kekuatan harus diimbangi dengan kekuatan pembinaan mental dan pendidikan rakyat. Untuk itu didirikanlah sekolah bagi anak negeri dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berbakat.
Pada tahun 1917 Sultan Syarif Kasim II mendirikan Sekolah Agama Islam yang diberi nama Madrasah Taufiqiyah Al-Hasyimiah. Pada tahun 1926 Sultan dan Permaisuri Tengku Agung mendirikan sekolah untuk kaum wanita yang diberi nama Latifah School. Pendidikan dimaksud selain untuk menimba pengetahuan agama Islam, juga untuk menanamkan rasa semangat kebangsaan, harga diri dan jiwa patriotisme.

3. Masa Peralihan Pendudukan Jepang
Pecahnya Perang Asia Timur Raya pada 1942, tentara Jepang menduduki Singapura dan Semenanjung Melaka. Tentara Jepang sampai di Pekanbaru melalui Sumatera Barat dan Sumatera Utara dengan tujuan utama untuk menghubungi sultan dan para pembesar Belanda di Residen Bengkalis. Belanda gelisah dan mengharapkan perlindungan dari sultan.
Di tangsi militer Belanda, tentara Jepang mengumpulkan pembesar Belanda baik sipil maupun militer. Kemudian mengutus inspektur polisi untuk meminta sultan datang ke kantor Contileur, tetapi sultan menolak dan tetap menunggu di istana.
Kerajaan Siak tetap berjalan seperti biasa, tata pemerintahan tidak berubah hanya penyebutan nama dan jabatan yang berubah. Seperti District Koofd menjadi Gun Cho dan Onderdistrichoofd menjadi Kun Sho.
Tidak lama sesudah Musyawarah Kaisi (musyawarah raja-raja) Jepang menangkapi beberapa raja di Riau. Di Siak sendiri ditangkap Guncho Wan Entol. Jepang belum berani menangkap Sultan Siak karena takut terjadi pemberontakan, namun penangkapan sebelumnya merupakan peringatan secara tidak langsung kepada sultan.
Sementara itu terjadi pemberontakan orang Sakai terhadap Jepang di daerah Balai Pungut wilayah Mandau. Pemberontakan ini dipimpin oleh Si Kodai dan beberapa kawan-kawannya, sehingga banyak korban dari pihak tentara Jepang. Jepang mengira pemberontakan ini sebagai reaksi atas penangkapan Datuk Wan Entol. Karena itu, Datuk Wan Entol  dibebaskan dan sultan mengirim Datuk Johar Arifin bersama OK Muhammad Djamil mengadakan perundingan dan perdamaian dengan Si Kodai, sehingga Si Kodai dapat dibawa ke Siak atas jaminan sultan. Dengan demikian pemberontakan suku Sakai dapat dihentikan.
Pada permulaan kedatangannya, Jepang meminta sultan untuk menyusun pemerintahan baru, tetapi sedikit demi sedikit kekuasaan langsung dipegang oleh Jepang. Sultan praktis tidak memegang kekuasaan lagi. Dalam situasi demikian, sultan masih membuktikan dirinya sebagai pembela rakyat. Sultan menolak mengirimkan tenaga Romusha yang diminta oleh Jepang. Biarpun tak lagi memegang tampuk pemerintahan, namun sultan tetap bertanggung jawab terhadap kerajaan dan rakyatnya.

4. Perjuangan Kemerdekaan
Berita kekalahan bala tentara Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu pada 15 Agustus 1945 tersiar di daerah Riau pada akhir Agustus 1945. Sultan Siak sudah mendengar berita proklamasi.  Sejak muda sampai akhir hayatnya Sultan Syarif Kasim II terkenal taat beribadah dan almarhum sangat dicintai rakyatnya.
Sultan Syarif Kasim II, sultan dari Kerajaan Melayu yang terkenal penentang pemerintahan Hindia Belanda yang gigih. Jasa-jasa beliau sebagai patriot Tanah Air tentulah tidak dapat dilupakan begitu saja.
Menjelang akhir hayatnya, sultan dalam jasmaninya hidup dalam kesunyian kebesarannya, tetapi hatinya tetap dalam gegap gempitanya derap maju kemerdekaan bangsa dan negaranya. Di tengah-tengah dentam palu godam pembangunan beliau berbaring dengan tenang di atas “semburan sejuta barrel” kekayaan alam swapraja-nya dahulu di Rumah Sakit Caltex Rumbai, Pekanbaru. Dan dengan iringan asap mesiu “salvo” penghormatan, beristirahatlah untuk selamanya seorang pejuang yang tidak pernah jauh dari hati rakyatnya.
Pada 6 November 1998 melalui Kepres No.109/TK/1998, Pemerintah RI memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Sultan Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) dengan anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana.
Sultan Syarif Kasim II merupakan seorang pendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tidak lama setelah proklamasi dia menyatakan Kesultanan Siak sebagai bagian wilayah Indonesia, dan dia menyumbang harta kekayaannya sejumlah 13 juta gulden untuk pemerintah republik (setara dengan 151 juta gulden atau € 69 juta Euro pada tahun 2011)

5. Penutup
Sejak muda sampai akhir hayatnya Sultan Syarif Kasim II terkenal taat beribadah dan almarhum sangat dicintai rakyatnya. Sultan Syarif Kasim II, sultan dari Kerajaan Melayu yang terkenal penentang pemerintahan Hindia Belanda yang gigih. Jasa-jasa beliau sebagai patriot Tanah Air tentulah tidak dapat dilupakan begitu saja.
Menjelang akhir hayatnya sultan dalam jasmaninya hidup dalam kesunyian kebesarannya, tetapi hatinya tetap dalam gegap gempitanya derap maju kemerdekaan bangsa dan negaranya.
Di tengah-tengah dentam palu godam pembangunan beliau berbaring dengan tenang di atas ‘semburan sejuta barrel’ kekayaan alam swapraja-nya dahulu di Rumah Sakit Caltex Rumbai, Pekanbaru. Dan dengan iringan asap mesiu ‘salvo’ penghormatan, beristirahatlah untuk selamanya seorang pejuang yang tidak pernah jauh dari hati rakyatnya.
Pada 6 November 1998 melalui Kepres Nomor 109/TK/1998, Pemerintah Republik Indonesia memberi gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Sultan Syarif Kasim II (Sultan Siak XII) dengan anugerah tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana.***



SULTAN SYARIF HARUN


Sultan Syarif Harun bin Hasyim bin Abubakar Bin Abdurrahman Bin usman Banahsan

Sultan Syarif Harun bin Sultan Syarif Hasyim II bin Sultan Syarif abubakar bin Sultan Syarif Abdurrahman bin Said Usman Syahabuddin, Gelar : Sultan Assyaidis Syarif Harun Tengku Sulung Negara Abdul Jalil Fakhruddin (1940 - 1946), Merupakan salah seorang Tokoh dan Pahlawan dalam mempertahankan Republik Indonesia. Dia adalah seorang Putra Mahkota Kerajaan Pelalawan yang jabatannya dipegang sementara oleh sepupunya Tengku Said Osman, menjelang dia dewasa.
Dilahirkan dengan nama Tengku Said Harun, di Pelalawan (sekarang bernama Kecamatan Pelalawan) yang terletak di Kabupaten Pelalawan, Riau. Dalam Buku Silsilah Kerajaan Pelalawan mencatatat bahwa ia adalah Sultan Pelalawan ke- 9 yang dihitung sejak masa Kekuasaan leluhurnya Sultan Syarif Abdurrahman, dan merupakan Sultan Terakhir pada Masa kekuasaan Kerajaan Pelalawan.

Masa Pemerintahan
Pada masa pemerintahannya, Pelalawan banyak mendapat kesulitan. Indonesia sengsara di bawah penjajahan Jepang, rakyat menderita lahir batin dan penderitaan itu dirasakan pula oleh rakyat Pelalawan. Padi rakyat dicabut untuk kepentingan Jepang, orang-orang diburu untuk dijadikan romusha, dimana-mana terjadi kesewenang-wenangan.
Dengan adanya masalah tersebut, Sultan bersama Orang Besar Kerajaan berupaya mencari jalan keluarnya, agar bisa menyelamatkan rakyatnya dari bencana itu. Akhirnya beberapa upaya telah mereka sepakati untuk menempuh jalan yaitu :
    Pada siang hari kaum pria dianjurkan agar meninggalkan kampungnya, pergi ke daerah kampung pedalaman (sekarang Kecamatan Bandar Petalangan) agar terhindar dari paksaan penjajah Jepang untuk jadi romusha.
    Rakyat yang mempunyai persediaan padi atau bahan makanan lainnya (sagu dsb.nya), supaya menyembunyikannya di hutan atau di tempat-tempat lain yang sukar diketahui Jepang dan petugasnya.
    Anak-anak gadis, dianjurkan untuk menumpang kepada keluarganya yang tinggal di kampung-kampung, yang dianggap aman dari gangguan Jepang.
Beberapa upaya tersebut nampak berhasil, karena selama penjajahan Jepang, hampir tak ada rakyat Pelalawan yang menjadi romusha, gadis-gadisnya tak ada yang menjadi korban. Namun bahaya kelaparan tetap mengancam, karena rakyat sangat terbatas ruang geraknya untuk berusaha. Padi penduduk, terutama yang tinggal di pinggir Sungai Kampar, terus dicabut dan diambil Jepang. Selain itu, banyak pula penduduk daerah lain yang mengungsi ke daerah ini untuk menumpang hidup.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dia bersama Orang-orang Besar Kerajaan menyambut berita itu dengan gembira. Maka pada tanggal 25 November 1945, sehari setelah berita pasti sampai ke Pelalawan, Sultan bersama Orang Besar Kerajaan menyatakan dirinya dan seluruh rakyat Pelalawan ikut ke dalam pemenintahan Republik Indonesia, dan siap sedia membantu perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu. Sejak saat itu, dia terus menerus mengabdikan dirinya bagi nusa dan bangsanya, orang-orang Besar Kerajaan, pemuda-pemuda dan seluruh lapisan masyarakat Pelalawan turut serta dalam mempertahankan kemerdekaan.
Karier Politik di Indonesia
    Sebagai Pegawai Negara Republik Indonesia yang memegang Jabatan Kepala Wilayah Pelalawan pada tahun 1945.
    Sebagai Asisten Wedana Bunut dan kemudian Wedana Pelalawan.
    Sebagai Dirigent Territorial Officier yang meliputi daerah Kampar Kiri (Lipat Kain) dan Kampar Kanan (Teratak Buluh). pada Tahun 1949 dengan Surat Keputusan Gubernur Militer Riau Selatan Nomor 6/ DTO-49 tanggal 25 Maret 1949.
    Setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1950, dia ditetapkan menjadi Wedana Pelalawan.

Akhir Hayat
Pada hari Sabtu tanggal 21 November 1959 jam 17.30, dia mangkat di Pelalawan. Jenazahnya dimakamkan di komplek Pemakaman Raja di halaman belakang Mesjid Pelalawan yang masih dirawat pemerintah dan penduduk setempat hingga sekarang. Untuk mengingat jasa-jasanya, kesetiaan dan pengabdiannya terhadap nusa dan bangsa, dia digelar MARHUM SETIA NEGARA. Dengan mangkatnya Sultan Syarif Harun, maka berakhir pulalah Kekuasaan Raja-Raja di Kerajaan Pelalawan.
Setelah Sultan Syarif Harun mangkat, hampir seluruh keluarganya secara berangsur pindah meninggalkan Pelalawan, Yang terbanyak adalah ke Pekanbaru, Sultan Syarif Harun tidaklah sempat membuat istana seperti ayah dan nenek moyangnya, Masa pemerintahan dia yang serba sulit, menyebabkan dia hanya memiliki Istana peraduan yakni rumah kediaman biasa.Sedhirkan 10 orang putra-putri yang hidup hingga dewasa.
Setelah Sultan Syarif mangkat, hampir seluruh keluarganya secara berangsur pindah meninggalkan Pelalawan, yang terbanyak adalah ke Pekanbaru, Sultan Syarif Harun tidaklah sempat membuat istana seperti ayah dan nenek moyangnya, Masa pemerintahan dia yang serba sulit, menyebabkan dia hanya memiliki Istana Peraduan yakni rumah kediaman biasa.
Keluarga
Sultan Syarif Harun mempunyai 3 (tiga) orang istri, dan ketiga istrinya itu melahirkan 10 orang anak yang hidup hingga dewasa.

Dengan Istrinya Tengku Maimunah binti Tengku Ismail :

    Tengku Ramlah,

Dengan Istrinya Encik Saedah binti Encik Mel :

    Tengku Kamil,
    Tengku Kamarudin (Sultan Syarif Kamaruddin),
    Tengku Kamariah,
    Tengku Kadariah,
    Tengku Kasrun Harun,
    Tengku Kashar Harun,

Dengan Istrinya Tengku Syarifah Damnah binti Tengku Comel:

    Tengku Kalsum
    Tengku Karimah,
    Tengku Kasril.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel